Rabu, 08 Oktober 2008

MERAIH PUASA YANG MABRUR


1. Melakukan peningkatan kualitas amaliah
Syawwal yang juga mempunyai makna peningkatan, maka seharusnya di bulan Syawal, seseorang yang telah melaksanakan ibadah shaum di bulan Ramadhan itu mengalami peningkatan, terutama sekali peningkatan dari segi kualitas, sebab Allah SWT. pada hakekatnya lebih menyukai kualitas amal seseorang dari pada kuantitasnya, sebab kuntitas amal, jika tidak diringi dengan kualitsanya, maka amalan seseorang bias menjadi sia-sia. Misalnya, orang berpuasa sebagaimana puasa Nabi Daud, tetapi puasanya itu tidak memberikan efek positif kepada dirinya, maka kuantitas puasanya itu tidak akan bernilai apa-apa di hadapan Allah, bahkan puasa Ram,adhan itu sendiri meskipun seseorang telah memenuhinya sebanyak 29/30 hari, namun Nabi mengatakan puasanya itu tidak akan mendapat pahala dari Allah SWT, kecuali yang didapatkannya hanya lapar dan haus saja :
كم من صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والعطش
Di dalam al-Qur'an surah surah al-Mulk ayat 2, Allah SWT berfirman :
الذي خلق الموت والحيوة ليبلوكم أيكم أحسن عملا

2. Melakukan perlawanan terhadap hawa nafsu (dhabtun nafs)
Melakukan perlawanan hawa nafsu tidak semata dilakukan pada saat bulan Ramadhan saja, karena perlawanan atau perang terhadap hawa nafsu harus dilakukan oleh seseorang sepanjang hidupnya, dan bulan Ramadhan hanya sarana latihan bagi seseorang, itupun hanya di siang hari. Oleh karena itu jika pengekangan hawa nafsu hanya di bulan Ramadhan saja atau ketika seseorang berpuasa saja, kehidupan manusia akan menjadi kacau, karena sebetulnya hari-hari yang paling lama adalah hari-hari di luar bulan Ramadhan yang jumlahnya 11 bulan. Ini berarti hanya sebulan orang melakukan pengekangan hawa nafsu, dan selama 11 bulan orang bebas mengikuti hawa nafsu. Sehinga dengan demikian upaya meraih kesuksesan puasa, bukan karena ibadah puasanya diterima dan diampuni segala dosa-dosanya sebagaimana jaminan Rasulullah :
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
Lantas ketika bulan Ramadhan telah berlalu, ia kembali bergelimang dengan perbuatan-perbuatan dosa karena mengikuti hawa nafsunya, maka alangka ruginya orang seperti ini.
Suatu ketika, setelah usai perang Badr, Rasulullah SAW bersabda :
رجعنا من جهاد الأصغر إلى جهاد الأكبر
Lantas para sahabat bertanya "perang apa yang lebih besar dari perang Badr? Maka Rasulullah menjawab :
جهاد النفس
Berperang melawan hawa nafsu.

3. Menghiasi diri dengan akhlaqul karimah
Sebagfaimana telah diketahui, bahwa ketika kita berpuasa, maka lidah dan lisan kita, tangan kita, mata kita dan segala panca indra kita, kita jaga untuk tidak berbuat maksiat kepada Allah dan berbuat zhalim kepada orang lain. Lisan kita jaga agar tidak memaki, dan menyakiti orang lain, karena ketika kita mengumpat atau memaki atau menceritakan kejelekan orang lain (ghibah, namimah dsb) teman dan tetangga kita akan mengingatkan kepada kita, pak ini bulan Ramadhan, janganlah berkata atau berbuat demikian, kita pun sadar dan beristighfar, lalu meninggalkan perkata atau perbuatan yang tidak baik itu. Tetapi apakah di luar bulan Ramadhan, perkataan kita masih santun sebagaimana kita berpuasa? Apakah lisan kita masih terjaga dan terpelihara dari perbuatan menggunjing, ghibah, namimah dsb. Apakah perbuatan kita masih dihiasi dengan akhlaq yang mahmudah? Oleh karena itu, sesungguhnya saya berpendapat, puasa merupakan media yang memberikan pelatihan atau training kepada kita untuk nantinya seudah meninggalkan media pelatihan atau training itu, kita mampu merealisasikannya di sebela bulan berikutnya. Sehingga seseorang setelah berpuasa seharusnya menjadikan dirinya lebih sholeh dari sebelumnya. Dan oleh karena itu, kemabruran, bukan saja kita sudah melaksanakan haji, sebagai hadits Nabi. Dan kalau kemabruran cuma diperuntukkan bagi yang melaksanakan haji, sedangkan melaksanakan haji hanya orang dilaksanakan oleh orang yang mampu saja yang jumlahnya sangat sedikit, maka sudah target kemabruran ibadah hanya ditujukan kepada orang kaya saja, padahal semua orang mukmin diharapkan menjadikan ibadahnya menjadi mabrur, sehingga sholatnya menjadi sholat yang mabrur, shaumnya menjadi shaum yang mabrur, termasuk ibadah haji sudah tenbtunya diharapkan menjadi haji yang mabrur. Artinnya seserang harus memberikan dampak psitif dari ibadahnya yang telah ia lakukan. Semoga kita semuanya mendapatkan kemabruran dalam setiap ibadah yang kita laksanakan. Amin

Mohd. Abduh A. Ramly – Garut.

Kamis, 14 Agustus 2008

Surat Terbuka Buat Fajrul Rahman

Ketika saya menonton Metro TV, saya melihat Anda tampil dengan percaya diri sebagai calon presiden 2009. memasuki pertengahan dialog, saya agak sedikit terkejut, karena Anda menyatakan hukuman mati itu hukuman barbar. Saya sungguh menyayangkan, karena kalimat tersebut keluar ari mulut Anda, sedangkan sepengetahuan saya, Anda seorang muslim. Apakah Anda belum pernah membaca dan menyimak ayat-ayat al-Qur'an yang merupakan petunjuk bagi seluruh bagi insan yang tqawa (al-Baqarah : 1), bahkan petunjuk bagi seluruh manusia? (al-Baqarah : 185). Jika Anda belum membaca ketentuan tentang hukuman mati dalam al-Qur'an, maka saya dengan setulus hati akan memberitahukan kepada Anda. Coba Anda simak dalam ayat 34 surah al-Maidah yang berbunyi :
وكتبنا عليهم فيها أن النفس بالنفس والعين بالعين
Artinya : Dan Kami (Allah) telah tetapkan (hukum) bagi mereka, yaitu jiwa dibalas dengan jiwa, mata dibalas dengan mata..... dst.
atau ayat 178 surah al-Baqara yang berbunyi :
يأيهالذين أمنوا كتب عليكم القصاص فى القتلى
Hai orang-orang yng beriman, diwajibkan atasmu hukuman qishash (hukuman mati) dalam kasus (pidana) pembunuhan.... dst.
Dari dua kutipan ayat al-Qur'an di atas, maka ketika Anda menyatakan hukuman mati itu hukuman barbar, maka secara tidak langsung Anda menyatakan Allah itu barbar, sebab ketentuan hukuman mati ditetapkan sendiri oleh Allah khusus untuk kasus-kasus pidana tertentu, sebagaimana tersebut di atas. Saya berharap Anda bisa membaca tulisan saya ini, selanjutnya Anda berkonsultasi dengan Ulama, sejauh mana kebenaran yang saya paparkan ini, sehingga Anda bisa berintrospeksi diri, lalu beristighfar dan bertaubat, dan selanjutnya tidak lagi mengkapanyekan anti hukuman mati. Mengapa hukuman mati dicerca, padahal hukuman mati itu hanya diperuntukkan bagi mereka yang berbuat keji dan biadab, seperti melakukan pembunuhan dengan sengaja, dsb? Apakah orang yang melakukan pembunuhan itu orang baik-baik, sehingga tidak pantas menerima hukuman mati? Saya agak bingung dengan cara dan metode pengambilan konklusi Anda sampai Anda menyatakan hukuman mati itu hukuman barbar. Okelah, jika Anda menyatakan hal itu dengan alasan demokrasi, maka sesungguhnya Anda telah salah dalam berdemokrasi, karena Anda berusaha menghalang-halangi hak demokrasi orang lain dalam berkeyakinan, terutama bagi saya yang bergama Islam yang tetap berpendapat hukuman mati harus tetap ditegakkan, demi untuk menyelamatkan jiwa manusia lainnya, demi untuk menghormati hak hidup orang lain yang tak bersalah. Mengapa? Karena hidup adalah bagian dari hak asasi manusia, sehingga ketika seseorang melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus dihukum dengan hukuman mati, sehingga penegakkan hukum tidak dipandang sebagai pelanggaran HAM. Dan kita semua harus sepaham, bahwa penegakkan hukuman mati bagi mereka yang pantas menerima hukuman mati itu, bukan pelanggaran HAM, dan pelanggaran HAM itu pada hakekatnya adalah perbuatan manusia yang dilakukan tidak berdasarkan alasan hukum. Misalnya, seseorang yang memiliki tanah, lalu tanah dikuasai secara diam-diam oleh orang lain, lalu ia mengajukannya ke Pengadilan dan hakim memutuskan bahwa ia adalah orang yang berhak atas tanah itu, sehingga orang lain yang bukan haknya itu dieksekusi secara paksa untuk pindah dari tanah yang bukan miliknya, maka hal ini tidak melanggar HAM. Akan tetapi jika seseorang dengan sengaja melakukan pengusiran terhadap orang lain tanpa melalui jalur hukum, maka sesungguhnya ia telah melanggar HAM.
Jadi hukuman mati atas alasan hukum, bukan pelanggaran HAM, dan hukuman mati itu sendiri bukanlah hukuman barbar, tetapi hukuman yang bersifat manusiawi, artinya ketika seseorang telah memilih untuk melakukan perbuatan yang perbuatan tersebut akan dikenakan hukuman mati, maka dengan sendirinya ia telah bersedia menerima hukuman mati. Sehingga jika kita tidak mau dihukum dengan hukuman mati mati, maka janganlah menghilangkan nyawa orang lain. Oleh karenaitu, saudaraku Fajlur Rahman, sadarlah, Anda sedang salah, pernyataan Anda membuat Anda dinilai oleh orang lain, bahwa Anda tidak memahami hukum, lebih-lebih lagi Anda sangat tidak memahami hukum Islam.
Mohd. Abduh A.Ramly
Garut - Jawa Barat

Senin, 28 Juli 2008

AKHLAQ

I. DASAR-DASAR HUKUM AKHLAQ

Al-Qur’an surah al-Ahzab (33) ayat 21 :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا.
Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi-mu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.

A-Hadits :
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ.
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq
أَكْمَلُ اْلمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. رواه أحمد
Keimanan yang paling sempurna dari seorang mukmin ialah mereka yang paling baik/bagus akhlaqnya.

II. PEMBAGIAN AKHLAQ
1. Akhlaq Mahmudah (الأخلاق المحمودة)
Yaitu ahklak yang terpuji, contohnya berbuat baik kepada ibu dan bapak, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Isra ayat 23 :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوْا إِلاَّ إِياَّهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً...
Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia (Allah), dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak ...
2. Akhlaq Madzmumah (الأخلاق المذمومة)
Yaitu akhlak yang buruk, contohnya berkata-kata kasar atau membentak kepada ibu bapak, karena hal ini dilarang, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Isra pertengahan ayat 23 yang berbunyi :
... فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا
… maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya (ibu dan bapak) perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya…

III. PENERAPAN AKHLAQ DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Terbagi kepada 4 (empat) bagian, yaitu :
Akhlaq terhadap Allah dan Rasul-Nya
Diwujudkan dengan pengamalan keimanan kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhi larangan-larangan-Nya (taqwa), di antara pengalamannya adalah :
a. Memurnikan keimanan kepada Allah dan tidak berbuat syirik.
b. Ikhlas beribadah kepada Allah, seperti mendirikan sholat dengan khusyuk, dan harus sesuai dengan tuntunan (contoh) dari Rasulullah SAW. (ikhlas lawannya riya).
Akhlaq terhadap orang tua dan keluargaDiwujudkan dengan berbuat baik kepada orang tua (ibu dan bapak) maupun terhadap keluarga lainnya, sebagaimana telah dicontohkan sebelumnya, sesuai firman Allah dalam surah al-Isra ayat 23. Sedangkan berbuat kepada keluarga

Jumat, 25 Juli 2008

HUKUMAN MATI, MENGAPA HARUS TAKUT?
Oleh Mohd. Abduh A. Ramly (Praktisi Hukum)

Pada malam Kamis (23 Juli 2008), dalam waktu yang bersamaan dua televisi nasional menyiarkan debat atau dialog yang bertemakan “hukuman mati di Indonesia”. TV1 yang meramu siarannya dengan cara perdebatan, sehingga seakan-akan pemirsa atau penonton televise, termasuk saya berkesimpulan “itu hanya debat kusir”, sementara di Metro TV lebih elegan dengan meramu pembicaran tersebut dengan dialogis. Penulis berpendapat sah-sah saja dalam era keterbukaan yang baru dinikmati oleh msyarakat Indonesia, setiap orang bebas mengeluarkan pendapat atau buah pikirannya, apalagi mereka yang mengaku mengantongi segudang ilmu, tentu akan lebih percaya diri (pede) lagi mengemukakan argumentrasi-argumentasi mereka di hadapan publik. Penulis tidak terlalu tertarik dengan issue-issue pro kontra tentang hukuman mati, karena yang ada di benak penulis, hukuman mati itu adalah suatu ketentuan hukum sudah ada dalam kitab pegangan penulis sebagai seorang muslim. Artinya suka atau tidak suka, hukuman mati itu harus dijalankan dan diterapkan bagi mereka yang “sangat pantas menerimahukam mati” yang diakibatkan atas perbuatan mereka sendiri.

Alasan Klasik.
Hukuman mati, memang banyak ditentang oleh negara-negara yang nota bene “mengaku” menerapkan sistem demokrasi yang moderen, karena mereka beralasan hukuman mati bertentangan hak asasi manusia (HAM). Sependapat dengan itu, di antara para pakar atau mungkin mengaku sebagai pembela HAM yang ada di Indonesia pun mengiyakan atau menyetujuinya. Sebab jika Indonesia tetap melaksanakan hukuman mati, maka nantinya Indonesia dianggap sebagai negara pelanggar HAM, karena melaksanakan hukuman, seakan-akan ajal seseorang ditentukan oleh negara (hukum). Memang menggelitik cara berpikir seperti ini, sebab hukuman mati bukan ditujukan kepada mereka yang tidak bersalah, tetapi pada hakekatnya ditujukan kepada mereka yang berbuat salah (pidana) yang menurut hukum telah sedemikian rupa melakukan pelanggaran tindak pidana yang hukumanya adalah hukuman mati, misalnya pembunuhan dengan sengaja dan berencana, bahkan melakukannya dengan sadis. Itupun melalui suatu proses pengadilan yang ekstra hati-hati, agar jangan sampai seorang hakim keliru dalam menjatuhkan putusannya, sehingga dalam hal ini diperlukan unsur “keyakinan hakim”. Di sisi lain, cara berpikir seperti ini seolah-olah memberi perlindungan kepada mereka yang melanggar HAM, sehingga seakan-akan pula seseorang yang melakukan pembunuhan, tidak dikategorikan sebagai pelanggar HAM. Sementera, penegakan hukum dengan maksud untuk melindungi warga masyarakat dianggap sebagai melanggar HAM. Cara berpikir atau pendapat seperti ini menurut penulis berada di luar logika dan akal sehat dan alasan-alasan atau argumntasi yang dikemukakan adalah alasan atau argumnetasi klasik. Oleh karena itu, kita bangsa dan masyarakat Indonesia tidak perlu terpengaruh oleh pendapat para pakar hukum yang menentang penerapan hukuman mati. Penulis yakin jika pendapat ini dilontarkan oleh penganut muslim, maka cobalah introspeksi diri dan menyimak kembali pendapatnya, bertafakkur, lalu memohon hidayah kepada Allah SWT. karena Dialah yang memberikan hidayah kepada siapapun, asal kita mau memohon kepadaNya.

Hukuman Mati Tetap Harus Diterapkan.
Menerima atau menolak suatu pendapat dalam dunia demokrasi merupakan hak seseorang, namun unsur kehati-hatian dalam menerima dan menlak suatu pendapat adalah mutlak, khususnya bagi pakar hukum yang masih berjiwa Pancasila dan menjunjung tinggi nilai-nilai hukum yang ada dalam msyarakat, sebab hukuman mati adalah bagian dari hukum Islam, dan nilai-nilai hukum Islam yang dijalankan oleh mayoritas masyarakat Islam Indonesia telah membaur dan diterima oleh masyarakat non muslim sebagai suatu bentuk “keekaan”, sehingga perdebatan tentang hukuman mati sebetulnya tidak perlu. Mari kita terapkan hukuman mati, tetapi kita tidak perlu takut dengan hukuman mati itu, karena itu keharmonisan hidup harus tetap terpelihara dengan baik dengan menjalankan nilai-nilai agama, etika dan moral, artinya pula hukuman mati tidak mungkin kita jalani.. Jadi mengapa harus takut?

Kamis, 19 Juni 2008

Nasehat Bagi Pejabat

Nasehat bagi Pejabat
Hai para pejabat, ingatlah jabatan yang sedang Anda duduki sebenarnya adalah amanah atau kepercayaan yang Allah berikan kepada Anda, jabatan bukan segalanya, tetepi jabatan akan membuat segalanya menjadi malapetaka. Penyelewengan jabatan sebagai amanah Allah akan membuat diri Anda, isteri Anda, anak-anak Anda, bahkan keluarga besar Anda menjadi tercoreng. Itu baru di dunia, di akhirat kelak Anda akan mempertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Kalau di dunia Anda bisa membayar atau menyewa para advokat untuk membela Anda, sehingga bisa saja dengan kepintaran para Advokat Anda, mungkin bisa terselamatkan, atau mungkin Anda berkolusi dengan jaksa atau hakim yang nakal, Anda bisa terbebas dari hukuman. Tapi ketahuilah, di hadapan Allah, tidak ada yang dapat mendapingi Anda lalu membela Anda, Satu-satunya yang dapat mendampingi dan membela Anda hanyalah amal sholeh Anda, ibadah dan kebaikan Andalah yang menjadi perisai Anda, karena pada hari itu (di hari akhirat) mulut Anda terkunci, tangan Anda akan berbicara, dan kaki Anda yang akan mempersaksikannya (al-Qur'an surah Yasin ayat 65), tidak ada kebohongan di hari itu, bukannya karena Anda tidak mau berbohong, atau ingin jujur, tetapi semua potensi yang Anda miliki di dunia tak bisa lagi diandalkan di hari itu. Ini adalah nasehat yang harus Anda resapi, kemudian jalankan dengan penuh keikhlasan karena Allah. Saya hanya dapat memberikan nasehat ini, jika ditanya oleh Allah di kemudian, saya akan mengatakan saya pernah memberikan nasehat kepada Anda para pejabat sekalian, sehingga telah hilang kewajiban saya di dalam mengajak Anda ke jalan yang benar. Mohon maaf, semoga Anda menjadi pejabat yang memegang amanah Allah dengan sebaik-baiknya. Amin.
M. Abduh A. Ramly,
Garut, Jawa Barat

Kamis, 29 Mei 2008

Biografi Saya

Dilahirkan disebuah desa yang bernama Tongute Ternate, Kecamatan Ibu, pada hari Selasa pukul 00:00 WIT, tanggal 7 Mei 1963 M., bertepatan dengan tanggal 13 Dzulhijjah 1383 H.

Dahulu, desa tempat kelahiran saya berada di tepi pantai, namun ketika ditimpa bencana alam, semacam tsunami dalam skala kecil, desa kelahiran saya disapu oleh gelombang air laut, sehingga semua penduduk desa dipindahkan ke tempat yang jauh dari pantai, sekitar 2 km. Desa itu kini telah menjadi ibu kota Kecamatan Ibu Tengah, karena dengan adanya pemekaran wilayah, yaitu Kabupaten Maluku Utara menjadi Provinsi Maluku Utara, maka kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah Halmahera Barat dimekarkan menjadi beberapa kecamatan, termasuk kecamatan Ibu yang terbagi menjadi 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Ibu Utara, Ibu Tengah dan Ibu Selatan. Dan wilayah Halmahera Barat pun menjadi Kabupaten Halmahera Barat.

Masa kecil saya dihabiskan di kampung halaman saya, yaitu desa Tongute Ternate. Mesikpun setelah lulus SD tahun 1975, saya melanjutkan sekolah di kota Ternate, namun setiap saat liburan sekolah, seya selalu kembali ke desa saya. Saya masih ingat betul guru-guru saya, yang di daerah disebut engku dan encik, di antaranya Engku N. Hamisy, kepala sekolah (saat tulisan ini saya buat, beliau telah meninggal dunia), Engku Salim Kuthani (seorang muallaf), Encik Sin Thio (sekarang menjadi kepala sekolah SD di desa saya). Setelah menamatkan SD, saya tidak melanjutkan ke SMP, tetapi melanjutkan ke Madrasaha Diniyyah Al-Khairrat Ternate Selatan. Pada waktu itu, saya baru kelas IV, tetapi kemudian dinaikkan ke kelas V. Saya masih ingat kepala sekolah saya pada waktu itu, Ustadzah Bashariyah Ibrahim, kemudian juga asatidzah yang lain, yaitu ustadzah Aisyah Assaghaf, Ustadzah Elo Albugis (kini katanya berada di Jakarta). Setahun kemudian, setelah menamatkan Ibtidaiyyah, saya melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Alkhiraat yang berada di Kalumpang,pada saat itu kepala sekolahnya Ustadz Salim Albaar. Setelah itu melanjutkan ke Madrasah Aliyah Swasta (ex SP.IAIN) yang pada waktu kepala sekolahnya Ustadz Bujang Hasan (kini dosen di STAIN Ternate). Setelah menamatkan Aliyah, maka pada tanggal 11 Juni 1983, bertepatan dengan gerhana matahri total, dengan menumpang kapal KM. Towuti, saya bernagkat ke Ujung Pandang (kini berubah menjadi Makassar) untuk melanjutkan studi di IAIN Alauddin, fakultas Syari'ah. Setelah menamatkan program sarjana muda pada tahun tahun 1986, saya melanjutkan studi ke program sarjana lengkap di IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung, dan menamatkan pada tahun 1989.
Setelah menamatkan program sarjana lengkap, saya melamar pekerjaan, dan pada tahun 1991, saya diangkap menjadi CPNS pada Pengadilan Agama Gorontalo, dengan kariri pertama sebagai staf kepaniteraan kepegawaian (kini urusan kepegawaian), kemudian diangkat menjadi wakil sekretaris pada bulan Juli 1994, lalu merangkap panitera pengganti pada bulan Januari 1986, dan pada bulan Februari 1998 diangkat menjadi hakim. Banyak suka dan duka selama saya bertugas di Gorontalo selama kurang lebih 14 tahun. Kemudian pada bulan Agustus 2005, saya mendapat SK mutasi untuk menjadi hakim di Pengadilan Agama Garut sampai sekarang.
Saya mendapatkan isteri mojang priangan asli Garut, bernama Enur Nuraeni, dan kini dianugerahkan dua orang anak, semuanya laki-laki yang saya beri nama Mohd. Faiz Miftahussurur dan Mohd. Fahmi Hakim. Saya bercita-cita menjadikan anak-anak saya menjadi anak sholih dan cerdas, sehingga bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun masyarakat pada umumnya, insya Allah.
M. Abduh A. Ramly
Garut, Jawa Barat