Rabu, 08 Oktober 2008

MERAIH PUASA YANG MABRUR


1. Melakukan peningkatan kualitas amaliah
Syawwal yang juga mempunyai makna peningkatan, maka seharusnya di bulan Syawal, seseorang yang telah melaksanakan ibadah shaum di bulan Ramadhan itu mengalami peningkatan, terutama sekali peningkatan dari segi kualitas, sebab Allah SWT. pada hakekatnya lebih menyukai kualitas amal seseorang dari pada kuantitasnya, sebab kuntitas amal, jika tidak diringi dengan kualitsanya, maka amalan seseorang bias menjadi sia-sia. Misalnya, orang berpuasa sebagaimana puasa Nabi Daud, tetapi puasanya itu tidak memberikan efek positif kepada dirinya, maka kuantitas puasanya itu tidak akan bernilai apa-apa di hadapan Allah, bahkan puasa Ram,adhan itu sendiri meskipun seseorang telah memenuhinya sebanyak 29/30 hari, namun Nabi mengatakan puasanya itu tidak akan mendapat pahala dari Allah SWT, kecuali yang didapatkannya hanya lapar dan haus saja :
كم من صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والعطش
Di dalam al-Qur'an surah surah al-Mulk ayat 2, Allah SWT berfirman :
الذي خلق الموت والحيوة ليبلوكم أيكم أحسن عملا

2. Melakukan perlawanan terhadap hawa nafsu (dhabtun nafs)
Melakukan perlawanan hawa nafsu tidak semata dilakukan pada saat bulan Ramadhan saja, karena perlawanan atau perang terhadap hawa nafsu harus dilakukan oleh seseorang sepanjang hidupnya, dan bulan Ramadhan hanya sarana latihan bagi seseorang, itupun hanya di siang hari. Oleh karena itu jika pengekangan hawa nafsu hanya di bulan Ramadhan saja atau ketika seseorang berpuasa saja, kehidupan manusia akan menjadi kacau, karena sebetulnya hari-hari yang paling lama adalah hari-hari di luar bulan Ramadhan yang jumlahnya 11 bulan. Ini berarti hanya sebulan orang melakukan pengekangan hawa nafsu, dan selama 11 bulan orang bebas mengikuti hawa nafsu. Sehinga dengan demikian upaya meraih kesuksesan puasa, bukan karena ibadah puasanya diterima dan diampuni segala dosa-dosanya sebagaimana jaminan Rasulullah :
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
Lantas ketika bulan Ramadhan telah berlalu, ia kembali bergelimang dengan perbuatan-perbuatan dosa karena mengikuti hawa nafsunya, maka alangka ruginya orang seperti ini.
Suatu ketika, setelah usai perang Badr, Rasulullah SAW bersabda :
رجعنا من جهاد الأصغر إلى جهاد الأكبر
Lantas para sahabat bertanya "perang apa yang lebih besar dari perang Badr? Maka Rasulullah menjawab :
جهاد النفس
Berperang melawan hawa nafsu.

3. Menghiasi diri dengan akhlaqul karimah
Sebagfaimana telah diketahui, bahwa ketika kita berpuasa, maka lidah dan lisan kita, tangan kita, mata kita dan segala panca indra kita, kita jaga untuk tidak berbuat maksiat kepada Allah dan berbuat zhalim kepada orang lain. Lisan kita jaga agar tidak memaki, dan menyakiti orang lain, karena ketika kita mengumpat atau memaki atau menceritakan kejelekan orang lain (ghibah, namimah dsb) teman dan tetangga kita akan mengingatkan kepada kita, pak ini bulan Ramadhan, janganlah berkata atau berbuat demikian, kita pun sadar dan beristighfar, lalu meninggalkan perkata atau perbuatan yang tidak baik itu. Tetapi apakah di luar bulan Ramadhan, perkataan kita masih santun sebagaimana kita berpuasa? Apakah lisan kita masih terjaga dan terpelihara dari perbuatan menggunjing, ghibah, namimah dsb. Apakah perbuatan kita masih dihiasi dengan akhlaq yang mahmudah? Oleh karena itu, sesungguhnya saya berpendapat, puasa merupakan media yang memberikan pelatihan atau training kepada kita untuk nantinya seudah meninggalkan media pelatihan atau training itu, kita mampu merealisasikannya di sebela bulan berikutnya. Sehingga seseorang setelah berpuasa seharusnya menjadikan dirinya lebih sholeh dari sebelumnya. Dan oleh karena itu, kemabruran, bukan saja kita sudah melaksanakan haji, sebagai hadits Nabi. Dan kalau kemabruran cuma diperuntukkan bagi yang melaksanakan haji, sedangkan melaksanakan haji hanya orang dilaksanakan oleh orang yang mampu saja yang jumlahnya sangat sedikit, maka sudah target kemabruran ibadah hanya ditujukan kepada orang kaya saja, padahal semua orang mukmin diharapkan menjadikan ibadahnya menjadi mabrur, sehingga sholatnya menjadi sholat yang mabrur, shaumnya menjadi shaum yang mabrur, termasuk ibadah haji sudah tenbtunya diharapkan menjadi haji yang mabrur. Artinnya seserang harus memberikan dampak psitif dari ibadahnya yang telah ia lakukan. Semoga kita semuanya mendapatkan kemabruran dalam setiap ibadah yang kita laksanakan. Amin

Mohd. Abduh A. Ramly – Garut.